Alfiana
Zulfida (P07120116034)
Wawuri
Handayani (P07120116035)
Atika
Julia Sari (P07120116036)
1. GANGGUAN
TIDUR DAN POLA TIDUR
Gangguan tidur adalah berbagai
penyakit yang mengganggu pola tidur seseorang, juga dikenal sebagai somnipathy.
Gangguan tidur memiliki berbagai jenis, mulai dari ringan sampai parah.
Gangguan tidur yang lebih parah dapat menganggu aspek jiwa, fisik, emosional,
dan sosial dari kehidupan seseorang. Gangguan tidur dapat dibedakan menjadi
tiga kategori utama, yaitu:
- Disomnia. Pasien yang menderita penyakit ini akan mengalami kesulitan tidur atau tetap tertidur. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini biasanya ditandai dengan kesulitan memulai atau tetap tertidur, tidur berlebih, atau gangguan apapun yang dapat mempengaruhi saat, kualitas, dan jumlah waktu istirahat pasien. Insomnia dan narkolepsi adalah jenis disomnia yang paling umum.
- Parasomnia. Penyakit di kategori ini meliputi mimpi, perilaku, emosi, pergerakan, dan persepsi yang tidak normal ketika pasien tertidur. Kebanyakan penyakit di kategori parasomnia adalah gangguan berupa “rangsangan” atau terbangun yang terjadi di antara tidur NREM atau REM dan kondisi sadar. Beberapa contoh parasomnia yang paling umum adalah berjalan saat tidur, teror malam, menggertakkan gigi atau bruxism, gangguan makan akibat tidur dan sindrom kaki gelisah.
- Gangguan tidur ritme sirkadian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah penyakit yang mempengaruhi kapan pasien tertidur. Pasien yang menderita jenis gangguan tidur ini memiliki kesulitan tidur serta terbangun pada waktu yang “normal” dan sesuai dengan kebutuhan sosial, pribadi, dan profesional mereka. Singkatnya, tubuh mereka memiliki waktu tidur yang tidak normal. Ada dua subkategori gangguan tidur ritme sirkadian, yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi gangguan pola tidur,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a.Lingkungan
Lingkungan dapat mendukung dan
menghambat tidur. Temperatur, ventilasi, penerangan ruangan dan kondisi
kebisingan sangat berpengaruh terhadap tidur seseorang.
b.Kelelahan
Kelelahan akan berpengaruh terhadap
pola tidur seseorang.Semakin lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur
REMnya.
c. Penyakit
Sakit menyebabkan nyeri dapat
menimbulkan masalah tidur. Seseorang yang sedang sakit membutuhkan waktu tidur
lebih lama dari keadaan normal. Sering sekali pada orang sakit pola tidurnya
juga akan terganggu karena penyakitnya seperti rasa nyeriyang ditimbulkan oleh
luka.
d. Gaya hidup
Orang yang bekerja shift dan sering
berubah shiftnya harus mengatur kegiatan agar dapat tidur pada waktu yang
tepat. Keadaan rileks sebelum istirahat merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap seseorang untuk dapat tidur.
e. Obat-obatan dan alcohol
Beberapa obat-obatan berpengaruh
terhadap kualita tidur. Obat-obatan yang mengandung diuretic menyebabkan
insomnia, anti depresan akan memsupresi REM. Orang yang minum alcohol terlalu
banyak sering kali mengalami gangguan tidur.
f.Merokok
Nicotine mempunyai efek menstimulasi
tubuh dan perokok seringkali mempunyai lebih banyak kesulitan untuk bisa tidur
dibandingkan dengan yang tidak perokok. Dengan menahan tidak merokok setalah
makan malam orang biasanya akan tidur lebih baik. Banyak perokok melaporkan
pola tidurnya menjadi lebih baik ketika mereka berhenti merokok
2.
TERAPI SEDATIVE-HIPNOTIC
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat
pendepresi sistem saraf pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai
dari yang ringan yaitu menyebabkan rasa kantuk, menidurkan, hingga yang berat
yaiu hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma, mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif dapat menekan
aktivitas mental, menurukan respons terhadap rangsangan sehingga menenangkan.
Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan emmepermudah tidur serta mempertahankan
tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Penggolongan obt sedatif-hipnotik :
1.
Benzodiazepine
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat memengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Secara umum
penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada waktu paruhnya, dan tidak
selalu sesuai dengan indikasi yang dipasarkan.
2.
Barbiturate.
Barbiturate secara oral diarsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dala darah. Barbiturate didistribusi secara luas dan dapat
melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam
lemak.
Barbiturate tidak boleh diberikan kepada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak
boleh diberikan kepada penderita psikoneuritik tertentu, karena dapat menambah
kebingungan dimalam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.
3.
Lain-lain
a.
Propofol
Propofol didrgradasi dihati melalui metabolisme oksidatif hepatic.
Metabolisme hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat
dan terlarut air sementara metabolisme asam glukonarat melalui ginjal.
b.
Ketamine
Ketamine memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan
etomidate, ketain larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis
subanestetik.
c.
Dekstrometropan
Dekstrometropan
sering digunakan sebagai penghambat respon batuk sentral. Obat ini memiliki efek
yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek
analgesic.
3. TERAPI
PENDERITA INSOMNIA
Insomnia
adalah merupakan suatu gejala, bukan merupakan suatu diagnosis, maka terapi
yang diberikan adalah secara sistomatik. Walaupun insomnia merupakan suatu
gejala, namun gejala ini bisa menjadi sangat mengganggu aktivitas dan
produktivias penderita, terutama penderita dengan usia produktif. Oleh karena
itu, penderita berhak mendapatkan terapi yang sewajarnya. Pendekatan terapi
pada penderita insomnia ini bisa dengan farmakologi atau non-farmakologi,
berdasarkan berat dan perjalanan gejala insomnia itu sendiri.
Farmakologi
Meresepkan
obat-obatan untuk penderita dengan insomnia harus berdasarkan tingkat keparahan
gejala di siang hari, dan sering diberikan pada penderita dengan insomnia
jangka pendek supaya tidak berlanjut ke insomnia kronis. Terdapat beberapa
pertimbangan dalam memberikan pengobatan insomnia :
1. memiliki
efek samping yang minimal;
2. mempunyai
onset yang cepat dalam mempersingkat proses memulai tidur; dan
3. lama
kerja obat tidak mengganggu aktivitas di siang hari. Obat tidur hanya digunakan
dalam waktu yang singkat, yaitu sekitar 2-4 minggu.
Secara
dasarnya, penanganan dengan obat-obatan bisa diklasifikasikan menjadi : benzodiazepine,
non-benzodiazepine dan miscellaneous sleep promoting agent.
1.
Benzodiazepine
Golongan benzodiazepine telah lama digunakan dalam
menangani penderita insomnia karena lebih aman dibandingkan barbiturate pada
era 1980-an. Namun akhir-akhir ini, obat golongan ini sudah mulai ditingalkan
karena sering menyebab ketergantungan, efek toleran dan menimbulkan gejala
withdrawal pada kebanyakan penderita yang menggunakannya. Selain itu, munculnya
obat baru yang lebih aman yang sekarang menjadi pilihan berbanding golongan
ini. Kerja obat ini adalah pada resepor γ-aminobutyric acid (GABA) post-
synaptic, dimana obat ini meningkatkan efek GABA (menghambat neurotransmitter
di CNS) yang memberi efek sedasi, mengantuk, dan melemaskan otot. Beberapa
contoh obat dari golongan ini adalah : triazolam, temazepam, dan lorazepam.
Namun, efek samping yang dari obat golongan ini harus diperhatikan dengan
teliti. Efek samping yang paling sering adalah, merasa pusing, hipotensi dan
juga distress respirasi. Oleh sebab itu, obat ini harus diberikan secara
hati-hati pada penderita yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru
obstrutif kronis (PPOK). Dari hasil penelitian, obat ini sering dikaitkan
dengan fraktur akibat jatuh pada penderita dengan usia lanjut dengan pemberian
obat dengan kerja yang lama maupun kerja singkat.
2.
Non-benzodiazepine
Golongan non-benzodiazepine mempunyai efektifitas
yang mirip dengan benzodiazepine, tetapi mempunyai efek samping yang lebih
ringan. Efek samping seperti distress pernafasan, amnesia, hipotensi ortostatik
dan jatuh lebih jarang ditemukan pada penelitian-penelitian yang telah
dilakukan. Zolpidem merupakan salah satu derivate non-benzodiazepine yang
banyak digunakan untuk pengobatan jangka pendek. Obat ini bekerja pada reseptor
selektif α-1 subunit GABAA reseptor tanpa menimbulkan efek sedasi dan hipnotik
tanpa menimbulkan efek anxiolotik, melemaskan otot dan antikonvulsi yang
terdapat pada benzodiazepine. Pada clinical trial yang dilakukan, obat ini
dapat mempercepat onset tidur dan meningkatkan jumlah waktu tidur dan
mengurangi frekuensi terjadinya interupsi sewaktu tidur tanpa menimbulkan efek
rebound dan ketergantungan pada penderita. Zaleplonadalah pilihan lain selain
zolpidem, adalah derivat pyrazolopyrimidine. Obat ini mempunyai waktu kerja
yang cepat dan sangat pendek yatu 1 jam. Cara kerjanya sama seperti zolpidem
yaitu pada reseptor subunit α-1 GABAA reseptor. Efektivitasnya sangat mirip
dengan zolpidem, tetapi, pada suatu penelitian, dikatakan obat ini memiliki
efek yang lebih superior berbanding zolpidem. Sering menjadi pilihan utama pada
penderita dengan usia produktif karena masa kerja obat yang sangat pendek
sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pada sesetengah penelitian,
ada menyatakan pilihan lain seperti eszopiclone dan Ramelteon dimana mempunyai
efektifitas yang mirip dengan zolpidem dan zaleplon.
3.
Miscellaneous
sleep promoting agent
Obat-obat dari golongan ini dikatakan mampu
mempersingkat onset tidur dan mengurangi frekuensi terbangun saat siklus tidur.
Namun keterangan ini masih belum mempunyai dibuktikan secara signifikan. Melatonin
tersedia dalam bentuk sintetik maupun natural. Melatonin secara alami
diproduksi dalam tubuh manusia normal oleh kelenjar pineal. Melalui
penyelidikan, sekresi melatonin meningkat sewaktu onset tidur dimulai dan mulai
menurun saat bangun tidur. Ada penelitian yang menyebut, sekresi melatonin ini
juga terkait intesnsitas cahaya, dimana produksinya meningkat saat hari mulai
gelap dan berkurang saat hari mulai cerah, sesuai siklus tidur manusia.
Melatonin menstimulasi tidur dengan menekan signal bangun tidur pada
suprakiasmatik pada hipotamalamus. Oleh itu, ada juga studi yang menyatakan
pemberian melatonin pada siang hari dapat menimbulkan efek sedasi.
Farmakokinetik dari melatonin belum dapat ditemukan secara pasti karena sangat
tergantung pada dosis, penyerapan oleh tubuh, waktu adminitrasi dan juga bentuk
sediaan. Belum ada penelitian tentang efek samping melatonin, namun dinyatakan
pada beberapa penelitian, melatonin menimbulkan pusing, sakit kepala, lemas dan
ketidaknyamanan pada penderita. Dengan pemberian megadose (300mg/hari), dapat
menyebabkan menghambat fungsi ovary. Oleh itu hindari pemberian melatonin pada
perempuan hamil dan yang sedang dalam proses menyusui.
a. Antihistamin
Antihistamin adalah bahan utama
dalam obat tidur. dephenydramine citrate, diphenhydramine hydrochloride, dan
docylamine succinate adalah tiga derivate yang telah mendapat persetujuan dari
FDA.2 Efek samping dari obat ini adalah pusing, lemas dan mengantuk di siang
hari ditemukan hampir pada 10-25% penderita yang mengkonsumsi obat ini. Efikasi
dari obat ini dalam penanganan insomnia belum dapat dipastikan dengan
signifikan karena penelitian keterkaitan anti-histamine dengan penanganan
insomnia belum menemukan bukti yang kuat.
b. Alkohol
Alkohol sering digunakan oleh orang
awam dalam menghadapi kesulitan tidur. Data terkumpul menyatakan 13.3%
penderita dari usia 18-45 tahun mengkonsumsi alkohol untuk mengatasi gangguan
tidur, namun ini tidak mempunyai bukti yang nyata. Alkohol mempunyai efek yang
bervariasi terhadap siklus tidur. Alkohol diduga dapat menyebabkan tidur yang
terganggu diengah-tengah siklus tidur dan memperpendek fase REM. Selain tiu,
alkohol dapat menyebabkan ketergantungan, toleran dan penggunaan yang
berlebihan.
c. Antidepresan
Antidepresan dengan dosis rendah
seperti trazodone, amitriptyline, doxepine, dan mitrazapine sering digunakan
pada penderita insomnia tanpa gejala depresi. Bukti efektivitas penggunaan
antidepresan pada penderita insomnia sangat tidak mencukupi. Namun, obat ini
bisa diberikan karena tidak memberikan efek samping dan harga obat ini yang
sangat murah.
d. Kava-kava
Kava-kava adalah suatu pengobatan
alternative yang diesktrak dari akar pohon Polynesian, Piper methysticum
sp.Ekstrak ini dipercayai mengandungi zat aktif yang mengeksitasi tingkat
selular yang bisa menimulkan efek anxiolitik dan sedatif. Zat ini mempunyai
onset yang cepat dan efek mengantuk di siang hari yang minimal. Namun begitu,
zat ini dilarang di Eropah karena bersifat hepatotoksik.
e. Valerian
Valerian berasal dari Valeriana
officinalis yang bisa memberi efek sedatif, tetapi mekanisme kerjanya belum
diketahui secara pasti. Dipercayai, zat ini bereaksi pada reseptor GABA. Ia
mempunyai onset kerja yang sangat lambat (2-3 minggu) sehinga tidak sesuai
diberikan pada penderita insomnia akut. Efek samping yang ditimbulkan tidak
jelas dan efektifitas zat ini belum dapat dibuktikan secara pasti.
f. Aromaterapi
Aromaterapi membantu dalam
menciptakan suasana yang nyaman dan kondusif untuk penderita. Aromaterapi yang
sering digunakan adalah ekstrak lavender, chamomile dan ylang-ylang, namun
belum ada data yang mendukung terapi menggunakan metode aromaterapi.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar