1. Laksminda Diah
Sunarya (P07120116028)
2. Desi Wulan S (P07120116029)
3. Salma Ariana (P07120116030)
PEMBERIAN OBAT MELALUI
RUTE INTRAVENA
1. Pemberian Obat
melalui intravena (secara langsung)
Cara pemberian obat melalui vena secara langsung,
diantaranya vena mediana cubiti/cephalika(lengan), vena saphenosus (tungkai),
vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala), yang bertujuan agar
reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
2. Pemberian Obat melalui intravena (secara tidak
langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan
atau memasukkan obat kedalam media (wadah atau selang), yang bertujuan untuk
meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
PERALATAN YANG
DIGUNAKAN UNTUK TERAPI INTRAVENA
1. Secara Langsung
-
Buku catatan
pemberian obat atau kartu obat
-
Kapas alkohol
-
Sarung tangan
-
Obat yang sesuai
-
Spuit 2ml-5ml
-
Bak spuit
-
Bak obat
-
Plester
-
Perlak pengalas
-
Karpet
pembendung
-
Kasa steril
2. Secara tidak langsung
a.
Melalui wadah
intravena
-
Spuit dan jarum
yang sesuai dengan ukuran
-
Obat dalam
tempatnya
-
Wadah cairan
-
Kapas alkohol
b.
Melalui selang
intravena
-
Spuit dan jarum
yang sesuai dengan ukuran
-
Obat dalam
tempatnya
-
Selang intravena
-
Kapas alkohol
FORMULA DOSIS INTRAVENA
Hitung
dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep
Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka
matematika, begitupula dengan sediaan obat yang ada. Perawat harus dapat
menghitung dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa
obat sangat berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan.
Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan dosisi obat yang tersedia, gunakan
rumus berikut untuk menghitung dosis obat :
rumus menghitung dosis obat oleh Fried
Misalkan:
Anak usia 6 bulan, mengalami demam tinggi, untuk menurunkan
panas anak tersebut mendapatkan resep obat paracetamol, berapa dosisi yang
diberikan untuk akan tersebut
Jawab:
Dd (dosis dewasa) paracetamol : 500 mg
Contoh 2:
contoh kedua ini menggunakan cara perhitungan sebagai
berikut:
Pasien A mendapatkan antibiotik ceftriaxone 250 mg inj.via
IV, obat yang tersedia dalam 1 vial ceftriaxone berisi 1 gram = 1000 mg yang
diuplos aquades 10cc . berapa jumlah yang diberikan?
Misalkan:
Ibu
S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per
intra vena (IV). Pada vial / kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg
= 1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat berikan untuk Ibu S ?
|
Jawab :
Dosis digoksin yang harus Ibu S terima = X cc.
0,125 mg = 0,25 mg
1 cc X 0,125X = 0,25 X = 2 cc |
Menghitung
dosis pada anak
Dosis obat yang diberikan pada anak-anak dihitung
berdasarkan berat badan anak atau luas permukaan tubuh anak. Kebanyakan
obat-obat tersebur diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan
cara yang sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada
anak, karena hal ini sangat berpengaruh pada reaksi terapi obat yang
diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang diberikan
dapat disesuaikan dengan kondisi anak.
Misalkan:
|
An. P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol
untuk menurukan panas tubuhnya.Berat badan
(BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum dosis untuk anak adalah 10
mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.
Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg
|
Gunakan
prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah memvalidasi dan menghitung
dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan
berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :
PRINSIP 6 ( ENAM ) BENAR
DALAM PEMBERIAN OBAT
1.Benar Pasien
- Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
- Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
- Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar Dosis
- Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti.
4.Benar Cara/Rute
- Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
a. Oral
- Adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
b. Parenteral
- Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
c. Topikal
- Yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
d. Rektal
- Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
e. Inhalasi
- Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
- Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
- Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
Pemberian obat
melalui infus diartikan sebagai pemberian obat secara perlahan-lahan dengan
jangka waktu lama, sehingga didapatkan keseimbangan antara kecepatan masuknya
obat ke sirkulasi sistemik dengan kecepatan eliminasi obat. Tujuan dari
pemberian obat melalui infus terutama adalah agar didapatkan kadar terapetik
yang terpelihara (konstan), yang memang diperlukan pada keadaan keadaan
tertentu. Untuk itu, perlu dibedakan pemberian obat bersama infus atau
pemberian obat secara perlahan-lahan. Pada saat akan dimulainya pemberian suatu
obat secara infus, kadar obat dalam tubuh adalah nol. Kemudian diberikan infus,
maka kadar obat akan naik, setelah waktu tertentu proses eliminasi akan
seimbang dengan kecepatan masuknya obat, sehingga didapatkan keadaan yang
disebut “steady state” atau “plateau”. Steady
state ini dapat dipertahankan, apabila kecepatan infus diatur sedemikian rupa
sehingga seimbang dengan kecepatan eliminasi
Waktu
untuk mencapai keadaan tunak pada pemberian obat melalui infus.
Berapa
lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan tunak? Bila infus diberikan
dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan eliminasinya, maka keadaan tunak
akan tercapai dalam waktu 3,3 x T 1/2. Pada keadaan tertentu, mungkin waktu ini
terlalu lama. Untuk itu, pencapaian keadaan tunak dapat dipercepat dengan
pemberian bolus, yaitu sejumlah dosis obat yang diberikan secara cepat.
Pemberian bisa dilakukan dengan cara mempercepat tetesan infus selama waktu
tertentu, bisa dengan memberikan sejumlah dosis per injeksi intravena
Apabila
kadar obat selama infus dipertahankan supaya tidak berubah, maka setelah infus
dihentikan, kadar obat akan menurun, mengikuti pola kinetika eliminasi yang
dimiliki oleh obat tersebut
Contoh
obat yang dapat diberikan melalui infus.
Contoh
obat yang dapat diberikan melalui infus yaitu metronidazol ( 500 mg
metronidazol dalam 100 ml infus). Metronidazol bekerja sebagai bakterisid,
amubisid dan trikomonasid.
Farmakokinetik
Absorpsi
Setelah
pemberian infus IV selama 1 jam dengan dosis 15 mg/kgBB kemudian diikuti dengan
pemberian infus IV metronidazol Hcl selama 1 jam dengan dosis 7,5 mg/kgBB
setiap 6 jam pada orang dewasa sehat, konsentrasi puncak metronidazol dalam
plasma rata-rata 26 μg/ml dan konsentrasi yang mantap dalam plasma
rata-rata 18 μg/ml. Dalam satu studi crossover pada
orang dewasa, daerah bawah kurva (AUCs = area under the concentration –
time curves) tidak ada perbedaan secara signifikan pada pemberian dosis
metronidazol tablet 500 mg dengan dosis infus IV tunggal 500 mg metronidazol
HCl yang diberikan selama 20 menit.
Distribusi
Metronidazol
didistribusikan secara luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk tulang,
empedu, air liur, cairan pleural, cairan peritoneal, cairan vagina, cairan
seminal, cairan serebrospinal (CSF = cerebrospinal fluid), dan
abses hati dan otak. Distribusi pada pemberian oral maupun
pemberian infus IV adalah sama. Konsentrasi metronidazol dalam cairan
serebrospinal dilaporkan sebanyak 43% dari konsentrasi metronidazol dalam
plasma, pada pasien dengan uninflamed meninges serta sebanding
atau lebih besar dari konsentrasi metronidazol dalam plasma pada pasien
dengan inflamed meninges. Metronidazol juga didistribusi ke dalam
eritrosit. Ada data yang menduga bahwa volume distribusi metronidazol menurun
pada pasien geriatrik dibandingkan pasien usia muda, hal ini mungkin merupakan
akibat dari menurunnya ambilan metronidazol oleh eritrosit pada pasien
geriatrik. Metronidazol terikat kurang dari 20% pada protein
plasma. Metronidazol melewati plasenta, didistribusikan ke dalam ASI
dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi metronidazol dalam plasma.
Eliminasi:
Waktu
paruh dalam plasma dari metronidazol dilaporkan 6-8 jam pada orang dewasa
dengan fungsi ginjal dan hepar normal. Suatu studi dengan menggunakan
metronidazol HCl yang dilabel, waktu paruh dari metronidazol bentuk utuh
rata-rata 7,7 jam dan waktu paruh dari radioaktivitas total rata-rata 11,9 jam.
Waktu paruh metronidazol dalam plasma tidak dipengaruhi oleh perubahan fungsi
ginjal, akan tetapi waktu paruh dapat lebih panjang pada pasien gangguan fungsi
hepar. Studi pada orang dewasa dengan penyakit hepar alkoholik dan gangguan fungsi
hepar memperlihatkan bahwa waktu paruh rata-rata 18,3 jam (kisaran: 10,3-29,5
jam).
Inkompatibilitas
obat melalui infus.
Ada obat yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat. Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian “piggy back”; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai Contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat – obat ini kompatibel di dalam spuit. Selain itu perlu waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV.
PEDOMAN
DASAR PEMBERIAN OBAT PADA INTRAVENA
Obat Intravena (IV) memasuki aliran darah secara
langsung melalui vena, cara ini sesuai bila memerlukan efek yang cepat. Rute
ini juga tepat untuk obat yang terlalu mengiritasi jaringan diberikan melalui
rute lain. Jika jalur intravena sudah terpasang, jalur ini dipilih karena
menghindari ketidak nyamanan yang ditimbulkan oleh penggunaan jalur parental
lainnya. Obat diberikan secara intravena dengan menggunakan metode berikut ini:
· Infus
cairan IV bervolume besar
· Infus
intravena intermiten (piggyback setup)
· Infus
volume terkontrol
· Dorongan
intravena ( intravenous push, IVP) atau bolus
· Saluran
injeksi intermiten
Pada semua metode tersebut, klien telah memiliki
jalur IV atau area akses IV seperti saline lock atau heparin
lock. Sebagian besar institusi memiliki prosedur dan kebijakan mengenai siapa
yang dapat memberikan obat IV.
Pada
seluruh tindakan pemberian obat IV, penting sekali bagi perawat untuk
mengobserfasi tanda-tanda adanya reaksi yang merugikan pada klien secara ketat.
Karena obat tersebut masuk kealiran darah secara langsung dan bekerja dengan
segera, obat tidak dapat ditarik kembali atau dihentkan kerjanya. Oleh sebab
itu, perawat harus selalu melakukan tindakan khusus untuk menghindari kesalahan
dalam menyiapkan obat dan menghitung dosis. Ketika memberikan obat yang kuat,
antidot untuk obat tersebut harus tersedia. Selain itu, tanda-tanda vital
dikaji sebelum, selama, dan setelah memasukkan obat tersebut.
INFUS VOLUME BESAR
Tindakan mencampur obat kedalam wadah IV bervolume
besar adalah cara paling aman dan mudah untuk memberikan obat secara Intravena.
Obat diencerkan dalam cara kompatibel bervolume 1000 ml atau 500 nl. Konsultasi
dengan apoteker guna mengonfirmasi kompatibilitas kedua obat tersebut mungkin
perlu dilakukan. Cairan IV seperti salin norman atau ringer laktat sering
digunakan. Obat yang biasanya ditambahkan adalah kalium klorida dan vitamin.
Mungkin perlu juga untuk memastikan kompatibilitas beberapa obat dengan wadah
plastik IV atau selang infus. Botol kaca IV dan selang kusus dapat digunakan
dalam keadaan kusus.
Bahaya utama pemberian infus cairan bervolume besar
adalah kelebihan cairan sirkulasi (hipervolemia).
Obat yang ditambahkan kedalam wadah cairan yang
sedang diinfuskan atau sebelum cairan digantung dan diinfuskan. Pada beberapa
rumah sakit, apoteker menambahkan obat kedalam wadah.
Proses Keperawatan: Obat Intravena
Pengkajian
· Inspeksi
dan palpasi lokasi fungsi vena untuk memeriksa adanya tanda-tanda infeksi,
infiltrasi, atau dislokasi kateter.
· Inspeksi
kulit disekelilingnya, untuk memeriksa adanya kemerahan, pucat, atau bengkak.
· Palpasi
jaringan sekitar untuk memeriksa adanya rasa dingin dan edema, yang dapat
mengindikasikan kebocoran cairan IV kedalam jaringan.
· Ukur
tanda- tanda vital sebagai data dasar jika obat yang diberikan kuat.
· Tentukan
apakah klien memiliki alergi terhadap obat.
· Periksa
kompatibilitas antara obat dan cairan IV.
Perencanaan
Pendelegasian
Tindakan menambah obat kewadah cairan IV memerlukan
aplikasi pengetahuan keperawatan dan berfikir kritis. Perawat tidak
mendelegasikan teknik ini kepada UAP. Akan tetapi, perawat dapat memberitahukan
kepada UAP. Akan tetapi, perawat dapat memberitahukan kepada UAP tentang efek,
teraupeutik yang diinginkan dan atau efek samping spesifik obat dalam jalur IV
dan jelaskan kepada UAP agar melaporkan observasi kusus klien kepada perawat
untuk ditindaklanjuti.
Implementasi
Perlengkapan
· Catatan
obat atau lembar cetakan komputer
· Obat
steril yang tepat
· Pengecek
untuk obat dalam bentuk bubuk (lihat petunjuk pabrik)
· Wadah
larutan yang tepat, jika wadah yang baru akan digunakan
· Kapas
alkohol atau antiseptik
· Spuit
steril dengan ukuran yang sesuai (mis., 5-10 ml) dan jarum steril dengan panjang
1-1,5 inci, ukuran 20 atau 21 G atau ekuivalen dari sistem tanpa jarum
· Label
tambahan IV
Pelaksanaan 1
1. Periksa
catatan obat
· Priksa
label obat dengan cermat dan bandingkan dengan catatan obat untuk memastikan
bahwa obat yang disiapkan adalah obat yang benar.
· Lakukan
3 pemeriksaan pemberian obat.
Baca label pada obat
1) Ketika
mengambil obat dari troli obat,
2) Sebelum
menarik obat kedalam spuit,
3) Setelah obat
berada dalam obat
· Konfirmasi
bahwa dosis dan rute obat benar.
· Verifikasi
larutan infus yang akan dicampur dengan obat.
· Konsultasi
dengan apoteker, jika perlu, untuk mengonfirmasikan kompatibilitas antara obat
dan larutan yang dicampur.
2. Atur perlengkapan.
Pelaksanaan 2
1. Cuci tangan
dan observasi prosedur pengendalian infeksi lainnya yang sesuai.
2. Siapkan obat
dari ampul atau vial untuk proses penarikan obat.
· Lihat
teknik 28-1 (ampul) atau teknik 28-2 (vial)
· Cek
praktik institusi dengan menggunakan jarum berfilter atau sistem tanpa jarum
untuk menarik obat cair yang telah tercampur dari vial atau ampul dosis
multipel.
3. Tambahkan
obat.
Kedalam Wadah IV Baru
· Tentukan
port injeksi dan buka tutupnya secara hati-hati. Bersihkan port tersebut dengan
kapas alkohol atau antiseptik. Tindakan ini mengurangi resiko masuknya
mikroorganisme kedalam wadah IV ketika jarum dimasukkan.
· Lepaskan
tutup jarum dari spuit, masukkan jarum melalui bagioan tengah port injeksi, dan
injeksikan obat kedalam wadah ataubotol IV.
· Campurkan
obat dan larutan denga memutar wadah atau botol IV secara perlahan. Tindakan
ini akan mencampurkan obat secara merata dalam larutan.
· Lengkapi
label tambahan dengan nama dan dosis obat, tanggal pemberian, waktu pemberian,
dan inisial perawat. Tempelkan label secara terbalik pada wadah atau botol
larutan. Tindakan ini membuktikan bahwa obat telah ditambahkan kedalam larutan.
Label ditempelkan terbalik agar mudah membacanya ketikah wadah digantung.
· Klem
slang IV. Tusuk wadah atau botol IV dengan spike dan gantungkan wadah tersebut.
Pengkleman mencegah larutan IV mengalir terlalu cepat.
· Atur
kecepatan aliran infus sesuai program.
Kedalam wadah infuse yang sedang terpasang
· Tentukan
bahwa volume larutan IV dalam wadah cukup untuk menambah
obat. Volume yang cukup diperlukan untuk mengencerkan
obat secara adekuat.
· Konfirmasi
pengenceran obat yang diinginkan yaitu jumlah obat permililiter larutan.
· Tutup
klem infuse. Tindakan ini mencegah obat mengalir langsung ketubuh klien pada
saat menginjeksikan obat kedalam wadah atau botol larutan IV.
· Bersihkan
port injeksi dengan kapas alcohol atau desinfektan. Tindakan ini mengurangi
resiko masuknya mikroorganisme kedalam wadah larutan saat jarum dimasukkan.
· Lepaskan
tutup jarum dari spuit berisi obat.
· Sementara ibu
jari dan jari telunjuk anda menjaga dan menstabilkan wadah. Tusukkan jarum
berisi berspuit keport injeksi secara hati hati dan injeksikan obat. Wadah
disangga selama injeksi obagt untuk menghindari tertusuk jarum. Jika
wadah atau botol alrutan terlalu tinggi untuk djangkau dengan mudah,
turunkanlah wadah dari tiang infuse.
· Angkat
wadah atau botol dari tang infuse dan putar secara perlahan. Tindakan ini
akan mencampur obat dengan larutan.
· Gantung
kembali wadah larutan dan atur kecepatan alira. Tindakadn ini memastikan
kecepatan aliran yang tepat.
· Lengkapi
label obat dan tempelkan pada wadah.
4. Rapikan
perlengkapan da n suplai sesuai praktik institusi. Tindakan ini mencegah
csedera yang tidak disengaja pada orang lain dan mencegah penyebaran
mikroorganisme.
5. Dokumentasikan
obat pada formulir yang tepat dalam catatan klien.
Infuse intravena intermitten
Infus intermitten adalah metode pemberian obat yang
diaacampur dengan sejumlah kecil larutan IV, sepert 50 atau 100ml.
obat diberikan dalam interval waktu yang teratur, seperti tiap 4 jam, dengan
periode waktu infuse yang singkat, seperti 30 atau 60 menit. Dua jenis
rangkaian tambahan atau IV sedkunder biasa yang digunakan adalah larutan tandem
dan piggyback.
Pada kesejajaran tandem wadah kedua dihubungkan
dengan jalur wadah pertama diport sekunder yang terletak dibawah. Hal ini
memungkinkan obat diberikan secara intemitten atau simultan dengan larutan
primer.
Pada kesejajaran piggyback, set kedua
menghubungkan wadah kedua dengan slang wadah primer pada port bagan atas.
Susunan ini hanya digunakan untuk pemberian obat intermittten. Ber bagai pabrik
menjelaskan cara kerja set ini secara berbeda beda sehingga perawat harus
memberikan label dan petunjuknya secara teliti.
Dahulu, selamng set sekunder telah dihungkan keport
infuse primer dengan memasukkan jarum melalui port dan membiarkan jarum tetap
disitu. System tanpa jarum telah tersedia. System tanpa jarum ini
dapat menggunaakan kanula threaded lock, leaver – lock atau needle –
lock untuk menghubungkan set sekunder keport infuse primer. Rancanga
ini mencegah cedera tusukan jarum dan juga mencegah kontaminasi
karena sentuhan pada lokasi sambungan IV. Teknik 28 – 8 menjeelaskan
teknik pemberian IV secara intermitten menggunakan IVPB.
Metode lain pemberian obat IV secadra intermittten
adalah dengan pompa spuit atau (syringe pump) atau infuse mini (mini infuser).
Obat ini dicampur dengan spuit yang dihubungkan dengan jalur IV
primer via infuse mini.
Pemberbian obat secara inter,mitten adapat juga
diberikan dengan set infus volume terkontrol seperti buretrol, soluset,
volutrol, dan pediatrol. Alat ini dalh wadah cairan yang kecil ( berukuran 100
– 150ml) yang dipasang dibawah infuse primer sehingga obat diberikan melalui
jalur IV klien. Set volume terkontrol sering digunakan untuk emnginfus larutan
ke klien lansia dan anak anak jika volume yang diberikan bersifat kritis dan
harus dipantau dengan cermat.
Memberikan Injeksi Via Iv Bolus
Peralatan
· Jam
tangan dengan jarum detik.
· MAR
(rekam medis) atau cetakan computer.
· Sarung
tangan bersih.
· Kasa
dan atau kapas antiseptic.
· Vial
atau ampul obat
· Tabung
suntik untuk menyiapkan obat.
· Spuit
steril atau alat tanpa jarum (21-25 G)
· Kunci
intravena : vial berisikan larutan pencuci yang tepat (normal salin, heparin ;
jika menggunakan heparin, konsentrasi yang paling umum adalah 10-100 unit;
periksa kebijakan agensi).
Langkah
1. Periksa
kelengkapan MAR atau cetakan computer dengan instruksi pengobatan yang
diresepkan. Periksa nama klien dan nama obat, dosis, jalur dan waktu pemberian.
Salin atau cetak kembali bagian MAR yang sulit dibaca.
2. Kumpulkan
informasi yang dibutuhkan untuk memberikan obat dengan aman termasuk aksi,
tujuan, efek samping, dosis normal, onset, kecepatan pemberian obat dan
implikasi keperawatan seperti kebutuhan untuk mengencerkan obat atau
memberikannya melalui filter.
3. Jika
memberikan obat melalui jalur IV, tentukan kompatibilitas obat dengan cairan IV
dan zat tambahan dalam cairan IV.
4. Lakukan
hygiene tangan. Periksa lokasi kunci insersi IV atau normal salin (heparin)
untuk tanda inflamasi atau flebitis.
5. Periksa
riwayat medis atau alergi pada klien.
6. Periksa
tanggal kadaluwarsa pada vial atau ampul obat.
7. Periksa
pemahaman klien tentang tujuan pengobatan.
8. Siapkan obat
secara asepsis dari ampul atau vial. Periksa label obat dengan MAR 2 kali saat
mempersiapkan obat.
9. Berikan obat
pada klien pada saat yang tepat.
10. Identifikasi klien dengan setidaknya
2 alat pengenal. Bandingkan nama klien dan pengenal lainnya (contohnya, nomor
identifikasi RS) pada MAR, cetakan computer atau layar computer dengan
informasi pada gelang identifikasi klien. Minta klien menyebutkan namanya jika
mungkin sebagai pengenal ketiga.
11. Bandingkan label medikasi dengan MAR
disisi tempat tidur klien.
12. Jelaskan prosedur kepada klien.
Dorong klien untuk melaporkan gejala ketidaknyamanan pada lokasi IV.
13. Lakukan hygiene tangan. Kenakan
sarung tangan bersih.
14. Berikan obat dengan dorongan IV (
jalur yang telah ada) :
a. Pilih
port injeksi tube IV yang terdekat pada klien. Jika mungkin, port injeksi harus
menerima tabung suntik tanpa spuit. Gunakan filter IV sesuai referensi medis.
b. Bersihkan port
injeksi dengan kapas antiseptic. Biarkan kering.
c. Hubungkan
tabung suntik dengan jalur IV. Masukkan ujung tanpa jarum atau spuit ukuran
kecil yang mengandung obat melalui bagian tengah port injeksi.
d. Tutup jalur IV
dengan menekuk selang tepat di atas port injeksi. Tarik perlahan alat penarik
tabung suntik untuk mengaspirasi darah.
e. Lepaskan
selang dan injeksikan obat dalam waktu yang disarankan kebijakan institusi,
apoteker atau petunjuk medis. Gunakan jam tangan untuk mengukur waktu
pemberian. Jalur intravena terkadang dijeit saat mendorong obat dan dilepas
saat tidak mendorong obat. Biarkan cairan IV berjalan saat sedang tidak
mendorong obat.
f. Setelah
menginjeksikan obat, lepaskan selang, tarik tabung suntik dan periksa kembali
kecepatan infus cairan.
15. Pemberian obat dengan dorongan IV
(system kunci IV atau tanpa jarum)
a. Persiapkan
larutan pencuci menurut kebijakan institusi.
1) Metode cucian
normal salin (metode pilihan) :
a) Siapkan 2
tabung suntik dengan 2 mili normal salin (0,9 %) dalam tabung suntik.
2) Metode cucian
heparin (metode tradisional) :
a) Siapkan 1
tabung suntik dengan larutan heparin yang kadarnya telah diresepkan.
b) Siapkan 2
tabung suntik dengan 2-3 ml normal salin.
b. Berikan obat :
1) Bersihkan port
injeksi dengan kapas antiseptic.
2) Masukkan
tabung suntik yang mengandung normal salin ke dalam port injeksi.
3) Tarik alat
penarik tabung suntik perlahan dan lihat aliran balik darah.
4) Cuci kunci Iv
dengan normal saline dengan mendorong alat penarik perlahan.
5) Lepaskan
tabung suntik yang berisi normal saline.
6) Bersihkan port
injeksi dengan kapas antiseptic.
7) Masukkan
tabung suntik yang berisikan obat ke dalam port injeksi IV.
8) Injeksikan
obat sesuai waktu yang disarankan institusi, apoteker, atau referensi medis.
Gunakan jam tangan untuk mengukur waktu pemberian.
9) Setelah
memberikan bolus, tarik tabung suntik.
10) Bersihkan port injeksi dengan kapas
antiseptic.
11) Hubungkan tabung suntik yang berisi
normal saline dan injeksikan dengan kecepatan yang sama dengan obat.
12) Opsi cucian heparin : masukkan jarum
melalui diafragma. Injeksikan heparin perlahan dan lepaskan tabung suntik.
16. Buang jarum yang tidak tertutup dan
tabung suntik ke wadah yang anti-bocor.
17. Lepaskan dan buang sarung tangan.
Lakukan hygiene tangan.
18. Amati adanya reaksi yang tidak
diinginkan pada klien saat obat diberikan dan beberapa menit setelah nya.
19. Amati lokasi IV selama injeksi untuk
melihat pembengkakan mendadak.
20. Periksa status klien setelah
pemberian obat untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan.
21. Minta klien menjelaskan tujuan dan
efek samping obat.
Hasil yang tidak diharapkan dan
Intervensi yang berhubungan
1. Klien
mengalami reaksi obat yang tidak diinginkan.
a. Hentikan
segera pemberian obat dan diikuti kebijakan institusi untuk respon yang tepat
dan pelaporan reaksi obat yang tidak diinginkan.
b. Beritahukan
penyelenggaraan kesehatan klien segera.
c. Tambahkan
informasi alergi ke rekam medic klien.
2. Lokasi IV
memperlihatkan gejala infiltrasi atau flebitis.
a. Lihat
intervensi yang berhubungan.
Pencatatan dan pelaporan
· Catat
obat, dosis, waktu, jalur, dan waktu pemberian.
· Laporkan
segera efek yang tidak diinginkan ke penyelenggaraan kesehatan karena bersifat
mengancam nyawa. Respon klien mengindikasikan kebutuhan akan terapi medis
tambahan.
· Catat
respon klien terhadap obat di dalam catatan keperawatan
Memberikan obat melalui intra vena melalui piggyback
1. Pertimbangan
pendelegasian
Keterampilan memberikan
obat-obatan IV dengan piggyback, perangkat infus intra vena inter
miten dan pompa mini infus tidak dapat di delegasikan. Berikan instruksi pada
asisten perawat untuk memberikan laporan secara cepat jika terjadi reaksi obat
yang tidak di inginkan dan rasa tidak nyaman di daerah pemasangan infus.
2. Peralatan
a. Plester
b. Kapas anti
septik
c. IV pole
d. MAR (rekam
medis)
e. Piggyback,
tamdem atau pompa mini infus
· Obat
di siapkan dalam 5-250 ml botol infus atau spuit
· Perangkat
tabung tetesan mikro pendek atau tetesan makro untuk piggyback (lebih baik jika
tersedia sistem tanpa jarum)
ü Alat tanpa jarum atau stopcocks, jika
tersedia
ü Jarum (21 atau 23 gauge, hanya jika
stopcocks atau metode tanpa jarum tidak tersedia)
ü Pompa mini infus jika di perlukan.
f. Perangkat
kontrol volum
· Volutrol
atau buretrol
· Selang
infus
· Spuit
(1-20 ml)
· Vial atau
ampul obat yang di resepkan
3. Langkah
a. Periksa
kembali kelengkapan dan akurasi masing-masing MAR dengan resep asli, cocokan
nama klien, dosis, rute, dan waktu pembeian
b. Ketahuilah
riwayat pengobatan klien.
c. Kumpulkan
informasi yang diperlukan untuk pemberian obat secara aman, termasuk cara
kerja, efek samping, dosis normal, waktu yang di butuhkan untuk mencapai
konsentrasi puncak, dan implikasi keperawatannya.
d. Kaji apakah
obat dapat di berikan melalui cairan infus intra vena yang telah terpasang.
Pengambilan keputusan penting : jangan pernah
memberikan obat IV melalui selang yang sedang meneteskan darah, produk darah,
atau cairan nutrisi parenteral.
e. Periksa
kelancaran selang infus yang telah terpasang dengan melihat laju tetesan selang
infus primer.
Pengambilan keputusan penting : jika klien
menggunakan saline locked, bersihkan lubang dengan alkohol dan periksalah
kelancaran selang IV dengan membilas menggunakan 2-3 ml cairan salin normal.
Sambungkan selang IV ke salin locked dan berikan obat melalui piggyback,
tandem, mini infus, atau perangkat kontrol volume. Jika pemberian obat telah
selesai, lepaskan selang, bersihkan lubang dengan alkohol, dan bilas selang IV
dengan 2-3 ml cairan saline normal. Pertahankan sterilitas selang IV antara
infus inter miten.
f. Cuci
tangan. Periksa area insersi jalur IV terdapat tanda-tanda infiltrasi atau
plebitis, yaitu : kemerahan, bengkak, dan nyeri pada palpasi.
g. Periksa kembali
apakak klien memiliki riwayat alergi obat.
h. Lakukan
pengkajian apakah klien telah mengerti tujuan pemberian obat.
i. Siapkan
obat : sesuai keterampilan dan prosedur untuk menyiapkan obat dari ampul atau
vial. pastikan untuk membandingkan label obat dengan yang tertera di MAR
sebanyak dua kali saat menyiapkan obat.
j. Siapkan
obat dan perlengkapan di samping tempat tidur klien. Ingatkan klien bahwa akan
diakukan pemberian obat melalui selang IV.
k. Cuci tangan.
l. Kenali
klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda identifikasi klien. Bandingkan
nama klien dan tanda identifikasi yang lain. (Contoh: Nomor registrasi rumah
sakit). Pada gelang identifikasi denga MAR. Mintalah klien untuk menyebutkan
namanya sebagai identifikasi terkahir.
m. Jelaskan tujuan pemberian
obat dan efek samping pada klien dan jelaskan bahwa obat akan di berikan
melalui selang infus. Ingatkan klien untuk memberi tahu perawat jika terjadi
gejala atau rasa tidak nyaman pada daerah penyuntikan.
n. Pemberian
Infus piggyback atau infus tandem
· Hubungkan
selang infus kebotol obat. Biarkan tabung terisi dengan cara membuka regulator.
Jika tabung telah terisi penuh, tutup klem dan tabung selang.
· Gantungkan
obat dalam piggyback lebih tinggi dari pada botol cairan primer. Gantungkan
infus tandem sama tinggi dengan botol infus primer.
· Hubungkan
tabung infus piggyback atau tandem melalui penghubung yang tepat pada selang
infus primer.
ü Stopcock: bersihkan lubang stopcock dengan
alkohol, dan hubungkan dengan selang. Putar stopcock sehingga berada dalam
posisi terbuka.
ü Sistem tanpa jarum: bersihkan lubang
tanpa jarum, dan masukan ujung selang piggyback atau tandem.
ü Lubang tabung: hubungkan jarm steril ke
ujung selang piggyback atau tandem, buka penutup, bersihkan lubang injeksi pada
selang infus primer dan masukka jarum melalui bagian tengah lubang. Amankan
dengan memberi selotif pada daerah penghubung tersebut.
· Aturlah
laju tetesan cairan obat dengan mengatur klem regulator (jumlah tetesan
bervariasi tergantung waktu. Lihat kembali rujukan obat atau aturan institusi
untuk mengatur laju tetesan yang aman).
· Setelah
obat telah habis, lihat kembali pengaturan tetesan pada infus primer . infus
primer akan menetes kembali setelah cairan pada piggyback atau tandem kosong.
· Atur
kembali tetesan pada infus primer sesuai kebutuhan.
PEMANTAUAN TERAPI INTRAVENA
Pasien
RS yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait
obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang
sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut
menyebabkan perlunya dilakukan PTO (pemantauan terapi obat) dalam praktik
profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak
dikehendaki. Aspek ini merupakan bagian penting dalam standar akreditasi RS
versi KARS 2012, khususnya dalam Bab MPO (Manajemen dan Penggunaan Obat).
Pemantauan
terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan
terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut
mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi,
reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) serta rekomenasi atau alternatif terapi. PTO harus dilakukan secara
berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar
keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. PTO merupakan bagian
dari tugas pokok dan fungsi pelayanan kefarmasian RS dalam Permenkes 1197/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Kondisi pasien yang perlu dilakukan PTO antara lain:
1. Pasien yang masuk rumah sakit dengan
multi penyakit sehingga menerima polifarmasi.
2. Pasien kanker yang menerima terapi
sitostatika.
3. Pasien dengan gangguan fungsi organ
terutama hati dan ginjal.
4. Pasien geriatri dan pediatri.
5. Pasien hamil dan menyusui.
6. Pasien dengan perawatan intensif.
7. Pasien
yang menerima regimen yang kompleks: Polifarmasi, Variasi rute pemberia ,
Variasi aturan pakai, Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi, Drip intravena
(bukan bolus) dsb.
Adapun pasien dikatakan menerima obat dengan risiko tinggi,
yaitu bila menerima:
–
obat dengan indeks terapi sempit (contoh: Digoksin, fenitoin),
–
Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan
hepatotoksik (contoh: OAT),
– Sitostatika (contoh:
metotreksat),
– Antikoagulan (contoh:
warfarin, heparin),
–
Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid,
AINS),
– Obat
kardiovaskular (contoh: nitrogliserin
Metode
pelaksanaan PTO adalah dengan menggunakan kerangka S-O-A-P sebagai berikut.
S:
Subjective
–
Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
–
Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.
O
: Objective
–
Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan.
Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut
nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
A
: Assessment
–
Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis terkait obat.
P
: Plans
–
Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang
dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Setelah
data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah
terkait obat (Hepler dan Strand). Masalah yang dapat ditemukan antara lain
sebagai berikut.
1. Ada indikasi tetapi tidak di terapi
:Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi
tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik
harus diterapi dengan obat.
2. Pemberian obat tanpa indikasi
,pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
3. Pemilihan obat yang tidak tepat.
Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan
merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi
4. Dosis terlalu tinggi
5. Dosis terlalu rendah
6. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD)
7. Interaksi obat
Dalam PTO, petugas perlu memahami jenis-jenis efek samping
obat sebagai berikut.
Efek
samping yang dapat diperkirakan:
·
Aksi
farmakologik yang berlebihan
·
Respons
karena penghentian obat
·
Efek
samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek
samping yang tidk dapat diperkirakan:
·
Reaksi
alergi
·
Reaksi
karena faktor genetik
·
Reaksi
idiosinkratik
DAFTAR
PUSTAKA
Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik, Depkes RI, 2009, Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Sutoto, 2012, Manajemen dan
Penggunaan Obat & Pengelolaan Bahan Berbahaya Dalam Standar Akreditasi
Versi KARS 2012
Craven, RF., Hirnle,
CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar