Minggu, 12 Maret 2017

PEMBERIAN PARENTERAL RUTE INTRAVENA

Disusun oleh: 
          1. Laksminda Diah Sunarya    (P07120116028)
          2. Desi Wulan S                      (P07120116029) 
          3. Salma Ariana                      (P07120116030)
PEMBERIAN OBAT MELALUI RUTE INTRAVENA
1.      Pemberian Obat  melalui intravena (secara langsung)
Cara pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya vena mediana cubiti/cephalika(lengan), vena saphenosus (tungkai), vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala), yang bertujuan agar reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah.
2.      Pemberian Obat melalui intravena (secara tidak langsung)
Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau memasukkan obat kedalam media (wadah atau selang), yang bertujuan untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar terapetik dalam darah.
PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK TERAPI INTRAVENA
1.      Secara Langsung
-          Buku catatan pemberian obat atau kartu obat
-          Kapas alkohol
-          Sarung tangan
-          Obat yang sesuai
-          Spuit 2ml-5ml
-          Bak spuit
-          Bak obat
-          Plester
-          Perlak pengalas
-          Karpet pembendung
-          Kasa steril
2.      Secara tidak langsung
a.       Melalui wadah intravena
-          Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran
-          Obat dalam tempatnya
-          Wadah cairan
-          Kapas alkohol
b.      Melalui selang intravena
-          Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran
-          Obat dalam tempatnya
-          Selang intravena
-          Kapas alkohol
FORMULA DOSIS INTRAVENA
Hitung dengan tepat dosis obat yang akan diberikan sesuai dengan resep
Permintaan dosis obat biasanya ditulis dalam angka-angka matematika, begitupula dengan sediaan obat yang ada. Perawat harus dapat menghitung dosis obat yang akan diberikan pada klien, walaupun pada beberapa obat sangat berbeda antara sediaan obat dengan dosis obat yang akan diberikan. Bila dosis obat yang diinginkan sama dengan dosisi obat yang tersedia, gunakan rumus berikut untuk menghitung dosis obat :
rumus menghitung dosis obat oleh Fried
Misalkan:
Anak usia 6 bulan, mengalami demam tinggi, untuk menurunkan panas anak tersebut mendapatkan resep obat paracetamol, berapa dosisi yang diberikan untuk akan tersebut
Jawab:
Dd (dosis dewasa) paracetamol : 500 mg
Contoh 2:
contoh kedua ini menggunakan cara perhitungan sebagai berikut:
Pasien A mendapatkan antibiotik ceftriaxone 250 mg inj.via IV, obat yang tersedia dalam 1 vial ceftriaxone berisi 1 gram = 1000 mg yang diuplos aquades 10cc . berapa jumlah yang diberikan?
Misalkan:
Ibu S, 65 tahun, harus diberikan obat antiaritmia (digoksin) sebanyak 0,25 mg per intra vena (IV). Pada vial / kemasan obat tersebut tertulis 0,125 mg  =  1 cc. Berapa cc digoksin yang harus perawat berikan untuk Ibu S ?
Jawab :
Dosis digoksin yang harus Ibu S terima =  X cc.
0,125 mg  =  0,25 mg
1 cc                  X
0,125X   =  0,25
X      =  2 cc
Menghitung dosis pada anak
Dosis obat yang diberikan pada anak-anak dihitung berdasarkan berat badan anak atau luas permukaan tubuh anak. Kebanyakan obat-obat tersebur diproduksi khusus untuk anak sehingga tidak dihitung dengan cara yang sama pada orang dewasa. Perhatikan ukuran dan laju metabolisme pada anak, karena hal ini sangat berpengaruh pada reaksi terapi obat yang diharapkan. Observasi selalu respon yang terjadi sehingga dosis yang diberikan dapat disesuaikan dengan kondisi anak.
Misalkan:
An. P, 2 tahun, membutuhkan paracetamol untuk menurukan panas tubuhnya.Berat badan (BB) An. P 10 kg. Dalam kemasan obat tercantum dosis untuk anak adalah 10 mg/KgBB.
Jawab: Misalkan Anak. P membutuhkan = a mg Paracetamol.
Maka a= 10 mg X 10 Kg = 100 mg
Gunakan prosedur yang sesuai dan aman, ingat prinsip 5 benar dalam pengobatan
Setelah memvalidasi dan menghitung dosis obat dengan benar, pemberian obat dengan akurat dapat dilakukan berdasarkan prinsip 5 benar, yaitu :
           

PRINSIP 6 ( ENAM ) BENAR DALAM PEMBERIAN OBAT

1.Benar Pasien
  • Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.
2.Benar Obat
  • Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat. Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke bagian farmasi.
  • Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu mengingat nama obat dan kerjanya.
3.Benar Dosis
  • Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa ? Ini penting !! karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti.
4.Benar Cara/Rute
  • Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
a. Oral
  • Adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
b. Parenteral
  • Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena (perset / perinfus).
c. Topikal
  • Yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion, krim, spray, tetes mata.
d. Rektal
  • Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar / kejang (stesolid supp). Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan dalam bentuk supositoria.
e. Inhalasi
  • Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara lokal pada salurannya, misalnya salbotamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
5.Benar Waktu
  • Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.
6.Benar Dokumentasi
  • Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
 Pemberian obat melalui infus diartikan sebagai pemberian obat secara perlahan-lahan dengan jangka waktu lama, sehingga didapatkan keseimbangan antara kecepatan masuknya obat ke sirkulasi sistemik dengan kecepatan eliminasi obat. Tujuan dari pemberian obat melalui infus terutama adalah agar didapatkan kadar terapetik yang terpelihara (konstan), yang memang diperlukan pada keadaan keadaan tertentu. Untuk itu, perlu dibedakan pemberian obat bersama infus atau pemberian obat secara perlahan-lahan. Pada saat akan dimulainya pemberian suatu obat secara infus, kadar obat dalam tubuh adalah nol. Kemudian diberikan infus, maka kadar obat akan naik, setelah waktu tertentu proses eliminasi akan seimbang dengan kecepatan masuknya obat, sehingga didapatkan keadaan yang disebut “steady state” atau “plateau”. Steady state ini dapat dipertahankan, apabila kecepatan infus diatur sedemikian rupa sehingga seimbang dengan kecepatan eliminasi  
Waktu untuk mencapai keadaan tunak pada pemberian obat melalui infus.
Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keadaan tunak? Bila infus diberikan dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan eliminasinya, maka keadaan tunak akan tercapai dalam waktu 3,3 x T 1/2. Pada keadaan tertentu, mungkin waktu ini terlalu lama. Untuk itu, pencapaian keadaan tunak dapat dipercepat dengan pemberian bolus, yaitu sejumlah dosis obat yang diberikan secara cepat. Pemberian bisa dilakukan dengan cara mempercepat tetesan infus selama waktu tertentu, bisa dengan memberikan sejumlah dosis per injeksi intravena
Apabila kadar obat selama infus dipertahankan supaya tidak berubah, maka setelah infus dihentikan, kadar obat akan menurun, mengikuti pola kinetika eliminasi yang dimiliki oleh obat tersebut
Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus.
Contoh obat yang dapat diberikan melalui infus yaitu metronidazol ( 500 mg metronidazol dalam 100 ml infus). Metronidazol bekerja sebagai bakterisid, amubisid dan trikomonasid.
Farmakokinetik
Absorpsi
Setelah pemberian infus IV selama 1 jam dengan dosis 15 mg/kgBB kemudian diikuti dengan pemberian infus IV metronidazol Hcl selama 1 jam dengan dosis 7,5 mg/kgBB setiap 6 jam pada orang dewasa sehat, konsentrasi puncak metronidazol dalam plasma rata-rata 26 μg/ml dan konsentrasi yang mantap dalam plasma rata-rata 18 μg/ml. Dalam satu studi crossover pada orang dewasa, daerah bawah kurva (AUCs = area under the concentration – time curves) tidak ada perbedaan secara signifikan pada pemberian dosis metronidazol tablet 500 mg dengan dosis infus IV tunggal 500 mg metronidazol HCl yang diberikan selama 20 menit.
Distribusi
Metronidazol didistribusikan secara luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk tulang, empedu, air liur, cairan pleural, cairan peritoneal, cairan vagina, cairan seminal, cairan serebrospinal (CSF = cerebrospinal fluid), dan abses hati dan otak. Distribusi pada pemberian oral maupun pemberian infus IV adalah sama. Konsentrasi metronidazol dalam cairan serebrospinal dilaporkan sebanyak 43% dari konsentrasi metronidazol dalam plasma, pada pasien dengan uninflamed meninges serta sebanding atau lebih besar dari konsentrasi metronidazol dalam plasma pada pasien dengan inflamed meninges. Metronidazol juga didistribusi ke dalam eritrosit. Ada data yang menduga bahwa volume distribusi metronidazol menurun pada pasien geriatrik dibandingkan pasien usia muda, hal ini mungkin merupakan akibat dari menurunnya ambilan metronidazol oleh eritrosit pada pasien geriatrik. Metronidazol terikat kurang dari 20% pada protein plasma. Metronidazol melewati plasenta, didistribusikan ke dalam ASI dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi metronidazol dalam plasma.
Eliminasi:
Waktu paruh dalam plasma dari metronidazol dilaporkan 6-8 jam pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hepar normal. Suatu studi dengan menggunakan metronidazol HCl yang dilabel, waktu paruh dari metronidazol bentuk utuh rata-rata 7,7 jam dan waktu paruh dari radioaktivitas total rata-rata 11,9 jam. Waktu paruh metronidazol dalam plasma tidak dipengaruhi oleh perubahan fungsi ginjal, akan tetapi waktu paruh dapat lebih panjang pada pasien gangguan fungsi hepar. Studi pada orang dewasa dengan penyakit hepar alkoholik dan gangguan fungsi hepar memperlihatkan bahwa waktu paruh rata-rata 18,3 jam (kisaran: 10,3-29,5 jam).
Inkompatibilitas obat melalui infus.

Ada obat yang tidak kompatibel dengan kandungan larutan infus. Contoh khas adalah natrium bikarbonat dengan Ringer laktat atau Ringer asetat. Untuk mencegah inkompatibilitas, penting dipikirkan bagaimana obat bisa berinteraksi di dalam atau di luar tubuh. Jika harus mencampur suatu obat, selalu ikuti petunjuk pabrik seperti volume dan jenis diluen yang tepat; mana larutan yang bisa ditambahkan ke pemberian “piggy back”; dan larutan “bilas” apa yang harus digunakan di antara pemberian suatu produk dan produk lain untuk menghindari kejadian-kejadian, seperti pengendapan di dalam selang infus (sebagai Contoh, jangan pernah memberikan fenitoin ke dalam infus jaga yang mengandung dekstrosa, atau jangan campur amphotericin B dengan normal saline). Hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya elektrolit (misal. kalium klorida) yang dicampur ke infus kontinyu, misal pada sistem piggyback. Jika ingin mencampur obat dalam spuit untuk pemberian bolus, pastikan obat – obat ini kompatibel di dalam spuit. Selain itu perlu waspada dengan obat yang dikenal memiliki riwayat inkompatibilitas bila berkontak dengan obat lain. Contoh-contoh furosemide (Lasix), phenytoin (Dilantin), heparin, midazolam (Versed), dan diazepam (Valium) bila digunakan dalam campuran IV.
PEDOMAN DASAR PEMBERIAN OBAT PADA INTRAVENA
Obat Intravena (IV) memasuki aliran darah secara langsung melalui vena, cara ini sesuai bila memerlukan efek yang cepat. Rute ini juga tepat untuk obat yang terlalu mengiritasi jaringan diberikan melalui rute lain. Jika jalur intravena sudah terpasang, jalur ini dipilih karena menghindari ketidak nyamanan yang ditimbulkan oleh penggunaan jalur parental lainnya. Obat diberikan secara intravena dengan menggunakan metode berikut ini:
·         Infus cairan IV bervolume besar
·         Infus intravena intermiten (piggyback setup)
·         Infus volume terkontrol
·         Dorongan intravena ( intravenous push, IVP) atau bolus
·         Saluran injeksi intermiten
Pada semua metode tersebut, klien telah memiliki jalur IV atau area akses IV seperti saline lock atau heparin lock. Sebagian besar institusi memiliki prosedur dan kebijakan mengenai siapa yang dapat memberikan obat IV.
            Pada seluruh tindakan pemberian obat IV, penting sekali bagi perawat untuk mengobserfasi tanda-tanda adanya reaksi yang merugikan pada klien secara ketat. Karena obat tersebut masuk kealiran darah secara langsung dan bekerja dengan segera, obat tidak dapat ditarik kembali atau dihentkan kerjanya. Oleh sebab itu, perawat harus selalu melakukan tindakan khusus untuk menghindari kesalahan dalam menyiapkan obat dan menghitung dosis. Ketika memberikan obat yang kuat, antidot untuk obat tersebut harus tersedia. Selain itu, tanda-tanda vital dikaji sebelum, selama, dan setelah memasukkan obat tersebut.
INFUS VOLUME BESAR
Tindakan mencampur obat kedalam wadah IV bervolume besar adalah cara paling aman dan mudah untuk memberikan obat secara Intravena. Obat diencerkan dalam cara kompatibel bervolume 1000 ml atau 500 nl. Konsultasi dengan apoteker guna mengonfirmasi kompatibilitas kedua obat tersebut mungkin perlu dilakukan. Cairan IV seperti salin norman atau ringer laktat sering digunakan. Obat yang biasanya ditambahkan adalah kalium klorida dan vitamin. Mungkin perlu juga untuk memastikan kompatibilitas beberapa obat dengan wadah plastik IV atau selang infus. Botol kaca IV dan selang kusus dapat digunakan dalam keadaan kusus.
Bahaya utama pemberian infus cairan bervolume besar adalah kelebihan  cairan sirkulasi (hipervolemia).
Obat yang ditambahkan kedalam wadah cairan yang sedang diinfuskan atau sebelum cairan digantung dan diinfuskan. Pada beberapa rumah sakit, apoteker menambahkan obat kedalam wadah.
Proses Keperawatan: Obat Intravena
Pengkajian
·         Inspeksi dan palpasi lokasi fungsi vena untuk memeriksa adanya tanda-tanda infeksi, infiltrasi, atau dislokasi kateter.
·         Inspeksi kulit disekelilingnya, untuk memeriksa adanya kemerahan, pucat, atau bengkak.
·         Palpasi jaringan sekitar untuk memeriksa adanya rasa dingin dan edema, yang dapat mengindikasikan kebocoran cairan IV kedalam jaringan.
·         Ukur tanda- tanda vital sebagai data dasar jika obat yang diberikan kuat.
·         Tentukan apakah klien memiliki alergi terhadap obat.
·         Periksa kompatibilitas antara obat dan cairan IV.
Perencanaan
Pendelegasian
Tindakan menambah obat kewadah cairan IV memerlukan aplikasi pengetahuan keperawatan dan berfikir kritis. Perawat tidak mendelegasikan teknik ini kepada UAP. Akan tetapi, perawat dapat memberitahukan kepada UAP. Akan tetapi, perawat dapat memberitahukan kepada UAP tentang efek, teraupeutik yang diinginkan dan atau efek samping spesifik obat dalam jalur IV dan jelaskan kepada UAP agar melaporkan observasi kusus klien kepada perawat untuk ditindaklanjuti.

Implementasi
Perlengkapan
·         Catatan obat atau lembar cetakan komputer
·         Obat steril yang tepat
·         Pengecek untuk obat dalam bentuk bubuk (lihat petunjuk pabrik)
·         Wadah larutan yang tepat, jika wadah yang baru akan digunakan
·         Kapas alkohol atau antiseptik
·         Spuit steril dengan ukuran yang sesuai (mis., 5-10 ml) dan jarum steril dengan panjang 1-1,5 inci, ukuran 20 atau 21 G atau ekuivalen dari sistem tanpa jarum
·         Label tambahan IV
Pelaksanaan 1
1.      Periksa catatan obat
·         Priksa label obat dengan cermat dan bandingkan dengan catatan obat untuk memastikan bahwa obat yang disiapkan adalah obat yang benar.
·         Lakukan 3 pemeriksaan pemberian obat.
Baca label pada obat
1)      Ketika mengambil obat dari troli obat,
2)      Sebelum menarik obat kedalam spuit,
3)      Setelah obat berada dalam obat
·           Konfirmasi bahwa dosis dan rute obat benar.
·           Verifikasi larutan infus yang akan dicampur dengan obat.
·           Konsultasi dengan apoteker, jika perlu, untuk mengonfirmasikan kompatibilitas antara obat dan larutan yang dicampur.
2.      Atur perlengkapan.
Pelaksanaan 2
1.      Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi lainnya yang sesuai.
2.      Siapkan obat dari ampul atau vial untuk proses penarikan obat.
·         Lihat teknik 28-1 (ampul) atau teknik 28-2 (vial)
·         Cek praktik institusi dengan menggunakan jarum berfilter atau sistem tanpa jarum untuk menarik obat cair yang telah tercampur dari vial atau ampul dosis multipel.
3.      Tambahkan obat. 
Kedalam Wadah IV Baru
·         Tentukan port injeksi dan buka tutupnya secara hati-hati. Bersihkan port tersebut dengan kapas alkohol atau antiseptik. Tindakan ini mengurangi resiko masuknya mikroorganisme kedalam wadah IV ketika jarum dimasukkan.
·         Lepaskan tutup jarum dari spuit, masukkan jarum melalui bagioan tengah port injeksi, dan injeksikan obat kedalam wadah ataubotol IV.
·         Campurkan obat dan larutan denga memutar wadah atau botol IV secara perlahan. Tindakan ini akan mencampurkan obat secara merata dalam larutan.
·         Lengkapi label tambahan dengan nama dan dosis obat, tanggal pemberian, waktu pemberian, dan inisial perawat. Tempelkan label secara terbalik pada wadah atau botol larutan. Tindakan ini membuktikan bahwa obat telah ditambahkan kedalam larutan. Label ditempelkan terbalik agar mudah membacanya ketikah wadah digantung.
·         Klem slang IV. Tusuk wadah atau botol IV dengan spike dan gantungkan wadah tersebut. Pengkleman mencegah larutan IV mengalir terlalu cepat.
·         Atur kecepatan aliran infus sesuai program.
Kedalam wadah infuse yang sedang terpasang
·         Tentukan bahwa volume larutan IV dalam wadah cukup untuk menambah obat.  Volume yang cukup  diperlukan untuk mengencerkan obat secara adekuat.
·         Konfirmasi pengenceran obat yang diinginkan yaitu jumlah obat permililiter  larutan.
·         Tutup klem infuse. Tindakan ini mencegah obat mengalir langsung ketubuh klien pada saat menginjeksikan obat kedalam wadah atau botol larutan IV.
·         Bersihkan port injeksi dengan kapas alcohol atau desinfektan. Tindakan ini mengurangi resiko masuknya mikroorganisme kedalam wadah larutan saat jarum dimasukkan.
·         Lepaskan tutup jarum dari spuit berisi obat.
·         Sementara  ibu jari dan jari telunjuk anda menjaga dan menstabilkan wadah. Tusukkan jarum berisi berspuit keport injeksi secara hati hati dan injeksikan obat. Wadah disangga selama  injeksi obagt untuk menghindari tertusuk jarum. Jika wadah atau botol alrutan terlalu tinggi untuk djangkau dengan mudah, turunkanlah wadah dari tiang infuse.
·         Angkat wadah atau botol dari tang infuse dan putar secara perlahan. Tindakan ini akan mencampur obat dengan larutan.
·         Gantung kembali wadah larutan dan atur kecepatan alira. Tindakadn ini memastikan kecepatan aliran yang tepat.
·         Lengkapi label obat dan tempelkan pada wadah.
4.      Rapikan perlengkapan da n suplai sesuai praktik institusi. Tindakan ini mencegah csedera yang tidak disengaja pada orang lain dan mencegah penyebaran mikroorganisme.
5.      Dokumentasikan obat pada formulir yang tepat dalam catatan klien.
Infuse intravena intermitten
Infus intermitten adalah metode pemberian obat yang diaacampur dengan sejumlah kecil larutan IV, sepert 50  atau 100ml. obat diberikan dalam interval waktu yang teratur, seperti tiap 4 jam, dengan periode waktu infuse yang singkat, seperti 30 atau 60 menit. Dua jenis rangkaian tambahan atau IV sedkunder biasa yang digunakan adalah larutan tandem dan piggyback.
Pada kesejajaran tandem wadah kedua dihubungkan dengan jalur wadah pertama diport sekunder yang terletak dibawah. Hal ini memungkinkan obat diberikan secara intemitten atau simultan dengan larutan primer.
Pada kesejajaran piggyback,  set kedua menghubungkan wadah kedua dengan slang wadah primer pada port bagan atas. Susunan ini hanya digunakan untuk pemberian obat intermittten. Ber bagai pabrik menjelaskan cara kerja set ini secara berbeda beda sehingga perawat harus memberikan label dan petunjuknya secara teliti.
Dahulu, selamng set sekunder telah dihungkan keport infuse primer dengan memasukkan jarum melalui port dan membiarkan jarum tetap disitu.  System tanpa jarum telah tersedia. System tanpa jarum ini dapat menggunaakan kanula threaded lock,  leaver – lock atau needle – lock untuk menghubungkan set sekunder keport infuse  primer. Rancanga ini mencegah cedera tusukan jarum  dan juga mencegah kontaminasi karena sentuhan pada lokasi sambungan IV.  Teknik 28 – 8 menjeelaskan teknik  pemberian IV secara intermitten menggunakan IVPB.
Metode lain pemberian obat IV secadra intermittten adalah dengan pompa spuit atau (syringe pump) atau infuse mini (mini infuser). Obat ini dicampur dengan spuit yang dihubungkan  dengan jalur IV primer via infuse mini.
Pemberbian obat secara inter,mitten adapat juga diberikan dengan set infus volume terkontrol seperti buretrol, soluset, volutrol, dan pediatrol. Alat ini dalh wadah cairan yang kecil ( berukuran 100 – 150ml) yang dipasang dibawah infuse primer sehingga obat diberikan melalui jalur IV klien. Set volume terkontrol sering digunakan untuk emnginfus larutan ke klien lansia dan anak anak jika volume yang diberikan bersifat kritis dan harus dipantau dengan cermat.
Memberikan Injeksi Via Iv Bolus
Peralatan
·         Jam tangan dengan jarum detik.
·         MAR (rekam medis) atau cetakan computer.
·         Sarung tangan bersih.
·         Kasa dan atau kapas antiseptic.
·         Vial atau ampul obat
·         Tabung suntik untuk menyiapkan obat.
·         Spuit steril atau alat tanpa jarum (21-25 G)
·         Kunci intravena : vial berisikan larutan pencuci yang tepat (normal salin, heparin ; jika menggunakan heparin, konsentrasi yang paling umum adalah 10-100 unit; periksa kebijakan agensi).
Langkah
1.      Periksa kelengkapan MAR atau cetakan computer dengan instruksi pengobatan yang diresepkan. Periksa nama klien dan nama obat, dosis, jalur dan waktu pemberian. Salin atau cetak kembali bagian MAR yang sulit dibaca.
2.      Kumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk memberikan obat dengan aman termasuk aksi, tujuan, efek samping, dosis normal, onset, kecepatan pemberian obat dan implikasi keperawatan seperti kebutuhan untuk mengencerkan obat atau memberikannya melalui filter.
3.      Jika memberikan obat melalui jalur IV, tentukan kompatibilitas obat dengan cairan IV dan zat tambahan dalam cairan IV.
4.      Lakukan hygiene tangan. Periksa lokasi kunci insersi IV atau normal salin (heparin) untuk tanda inflamasi atau flebitis.
5.      Periksa riwayat medis atau alergi pada klien.
6.      Periksa tanggal kadaluwarsa pada vial atau ampul obat.
7.      Periksa pemahaman klien tentang tujuan pengobatan.
8.      Siapkan obat secara asepsis dari ampul atau vial. Periksa label obat dengan MAR 2 kali saat mempersiapkan obat.
9.      Berikan obat pada klien pada saat yang tepat.
10.  Identifikasi klien dengan setidaknya 2 alat pengenal. Bandingkan nama klien dan pengenal lainnya (contohnya, nomor identifikasi RS) pada MAR, cetakan computer atau layar computer dengan informasi pada gelang identifikasi klien. Minta klien menyebutkan namanya jika mungkin sebagai pengenal ketiga.
11.  Bandingkan label medikasi dengan MAR disisi tempat tidur klien.
12.  Jelaskan prosedur kepada klien. Dorong klien untuk melaporkan gejala ketidaknyamanan pada lokasi IV.
13.  Lakukan hygiene tangan. Kenakan sarung tangan bersih.
14.  Berikan obat dengan dorongan IV ( jalur yang telah ada) :
a.       Pilih port injeksi tube IV yang terdekat pada klien. Jika mungkin, port injeksi harus menerima tabung suntik tanpa spuit. Gunakan filter IV sesuai referensi medis.
b.      Bersihkan port injeksi dengan kapas antiseptic. Biarkan kering.
c.       Hubungkan tabung suntik dengan jalur IV. Masukkan ujung tanpa jarum atau spuit ukuran kecil yang mengandung obat melalui bagian tengah port injeksi.
d.      Tutup jalur IV dengan menekuk selang tepat di atas port injeksi. Tarik perlahan alat penarik tabung suntik untuk mengaspirasi darah.
e.       Lepaskan selang dan injeksikan obat dalam waktu yang disarankan kebijakan institusi, apoteker atau petunjuk medis. Gunakan jam tangan untuk mengukur waktu pemberian. Jalur intravena terkadang dijeit saat mendorong obat dan dilepas saat tidak mendorong obat. Biarkan cairan IV berjalan saat sedang tidak mendorong obat.
f.       Setelah menginjeksikan obat, lepaskan selang, tarik tabung suntik dan periksa kembali kecepatan infus cairan.
15.  Pemberian obat dengan dorongan IV (system kunci IV atau tanpa jarum)
a.       Persiapkan larutan pencuci menurut kebijakan institusi.
1)      Metode cucian normal salin (metode pilihan) :
a)      Siapkan 2 tabung suntik dengan 2 mili normal salin (0,9 %) dalam tabung suntik.
2)      Metode cucian heparin (metode tradisional) :
a)      Siapkan 1 tabung suntik dengan larutan heparin yang kadarnya telah diresepkan.
b)      Siapkan 2 tabung suntik dengan 2-3 ml normal salin.
b.      Berikan obat :
1)      Bersihkan port injeksi dengan kapas antiseptic.
2)      Masukkan tabung suntik yang mengandung normal salin ke dalam port injeksi.
3)      Tarik alat penarik tabung suntik perlahan dan lihat aliran balik darah.
4)      Cuci kunci Iv dengan normal saline dengan mendorong alat penarik perlahan.
5)      Lepaskan tabung suntik yang berisi normal saline.
6)      Bersihkan port injeksi dengan kapas antiseptic.
7)      Masukkan tabung suntik yang berisikan obat ke dalam port injeksi IV.
8)      Injeksikan obat sesuai waktu yang disarankan institusi, apoteker, atau referensi medis. Gunakan jam tangan untuk mengukur waktu pemberian.
9)      Setelah memberikan bolus, tarik tabung suntik.
10)  Bersihkan port injeksi dengan kapas antiseptic.
11)  Hubungkan tabung suntik yang berisi normal saline dan injeksikan dengan kecepatan yang sama dengan obat.
12)  Opsi cucian heparin : masukkan jarum melalui diafragma. Injeksikan heparin perlahan dan lepaskan tabung suntik.
16.  Buang jarum yang tidak tertutup dan tabung suntik ke wadah yang anti-bocor.
17.  Lepaskan dan buang sarung tangan. Lakukan hygiene tangan.
18.  Amati adanya reaksi yang tidak diinginkan pada klien saat obat diberikan dan beberapa menit setelah nya.
19.  Amati lokasi IV selama injeksi untuk melihat pembengkakan mendadak.
20.  Periksa status klien setelah pemberian obat untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan.
21.  Minta klien menjelaskan tujuan dan efek samping obat.
Hasil yang  tidak diharapkan dan Intervensi yang berhubungan
1.      Klien mengalami reaksi obat yang tidak diinginkan.
a.       Hentikan segera pemberian obat dan diikuti kebijakan institusi untuk respon yang tepat dan pelaporan reaksi obat yang tidak diinginkan.
b.      Beritahukan penyelenggaraan kesehatan klien segera.
c.       Tambahkan informasi alergi ke rekam medic klien.
2.      Lokasi IV memperlihatkan gejala infiltrasi atau flebitis.
a.       Lihat intervensi yang berhubungan.
Pencatatan dan pelaporan
·         Catat obat, dosis, waktu, jalur, dan waktu pemberian.
·         Laporkan segera efek yang tidak diinginkan ke penyelenggaraan kesehatan karena bersifat mengancam nyawa. Respon klien mengindikasikan kebutuhan akan terapi medis tambahan.
·         Catat respon klien terhadap obat di dalam catatan keperawatan
 
Memberikan obat melalui intra vena melalui piggyback
1.      Pertimbangan pendelegasian
Keterampilan memberikan obat-obatan IV dengan piggyback, perangkat infus intra vena inter miten dan pompa mini infus tidak dapat di delegasikan. Berikan instruksi pada asisten perawat untuk memberikan laporan secara cepat jika terjadi reaksi obat yang tidak di inginkan dan rasa tidak nyaman di daerah pemasangan infus.
2.      Peralatan
a.       Plester
b.      Kapas anti septik
c.       IV pole
d.      MAR (rekam medis)
e.       Piggyback, tamdem atau pompa mini infus
·         Obat di siapkan dalam 5-250 ml botol infus atau spuit
·         Perangkat tabung tetesan mikro pendek atau tetesan makro untuk piggyback (lebih baik jika tersedia sistem tanpa jarum)
ü  Alat tanpa jarum atau stopcocks, jika tersedia
ü  Jarum (21 atau 23 gauge, hanya jika stopcocks atau metode tanpa jarum tidak tersedia)
ü  Pompa mini infus jika di perlukan.
f.       Perangkat kontrol volum
·         Volutrol atau buretrol
·         Selang infus
·         Spuit (1-20 ml)
·         Vial atau ampul obat yang di resepkan
3.      Langkah
a.       Periksa kembali kelengkapan dan akurasi masing-masing MAR dengan resep asli, cocokan nama klien, dosis, rute, dan waktu pembeian
b.      Ketahuilah riwayat pengobatan klien.
c.       Kumpulkan informasi yang diperlukan untuk pemberian obat secara aman, termasuk cara kerja, efek samping, dosis normal, waktu yang di butuhkan untuk mencapai konsentrasi puncak, dan implikasi keperawatannya.
d.      Kaji apakah obat dapat di berikan melalui cairan infus intra vena yang telah terpasang.
Pengambilan keputusan penting : jangan pernah memberikan obat IV melalui selang yang sedang meneteskan darah, produk darah, atau cairan nutrisi parenteral.
e.       Periksa kelancaran selang infus yang telah terpasang dengan melihat laju tetesan selang infus primer.
Pengambilan keputusan penting : jika klien menggunakan saline locked, bersihkan lubang dengan alkohol dan periksalah kelancaran selang IV dengan membilas menggunakan 2-3 ml cairan salin normal. Sambungkan selang IV ke salin locked dan berikan obat melalui piggyback, tandem, mini infus, atau perangkat kontrol volume. Jika pemberian obat telah selesai, lepaskan selang, bersihkan lubang dengan alkohol, dan bilas selang IV dengan 2-3 ml cairan saline normal. Pertahankan sterilitas selang IV antara infus inter miten.
f.       Cuci tangan. Periksa area insersi jalur IV terdapat tanda-tanda infiltrasi atau plebitis, yaitu : kemerahan, bengkak, dan nyeri pada palpasi.
g.      Periksa kembali apakak klien memiliki riwayat alergi obat.
h.      Lakukan pengkajian apakah klien telah mengerti tujuan pemberian obat.
i.        Siapkan obat : sesuai keterampilan dan prosedur untuk menyiapkan obat dari ampul atau vial. pastikan untuk membandingkan label obat dengan yang tertera di MAR sebanyak dua kali saat menyiapkan obat.
j.        Siapkan obat dan perlengkapan di samping tempat tidur klien. Ingatkan klien bahwa akan diakukan pemberian obat melalui selang IV.
k.      Cuci tangan.
l.        Kenali klien dengan menggunakan setidaknya dua tanda identifikasi klien. Bandingkan nama klien dan tanda identifikasi yang lain. (Contoh: Nomor registrasi rumah sakit). Pada gelang identifikasi denga MAR. Mintalah klien untuk menyebutkan namanya sebagai identifikasi terkahir.
m.    Jelaskan tujuan pemberian obat dan efek samping pada klien dan jelaskan bahwa obat akan di berikan melalui selang infus. Ingatkan klien untuk memberi tahu perawat jika terjadi gejala atau rasa tidak nyaman pada daerah penyuntikan.
n.      Pemberian Infus piggyback atau infus tandem
·         Hubungkan selang infus kebotol obat. Biarkan tabung terisi dengan cara membuka regulator. Jika tabung telah terisi penuh, tutup klem dan tabung selang.
·         Gantungkan obat dalam piggyback lebih tinggi dari pada botol cairan primer. Gantungkan infus tandem sama tinggi dengan botol infus primer.
·         Hubungkan tabung infus piggyback atau tandem melalui penghubung yang tepat pada selang infus primer.
ü  Stopcock: bersihkan lubang stopcock dengan alkohol, dan hubungkan dengan selang. Putar stopcock sehingga berada dalam posisi terbuka.
ü  Sistem tanpa jarum: bersihkan lubang tanpa jarum, dan masukan ujung selang piggyback atau tandem.
ü  Lubang tabung: hubungkan jarm steril ke ujung selang piggyback atau tandem, buka penutup, bersihkan lubang injeksi pada selang infus primer dan masukka jarum melalui bagian tengah lubang. Amankan dengan memberi selotif pada daerah penghubung tersebut.
·         Aturlah laju tetesan cairan obat dengan mengatur klem regulator (jumlah tetesan bervariasi tergantung waktu. Lihat kembali rujukan obat atau aturan institusi untuk mengatur laju tetesan yang aman).
·         Setelah obat telah habis, lihat kembali pengaturan tetesan pada infus primer . infus primer akan menetes kembali setelah cairan pada piggyback atau tandem kosong.
·         Atur kembali tetesan pada infus primer sesuai kebutuhan.
PEMANTAUAN TERAPI INTRAVENA
Pasien RS yang mendapatkan terapi obat mempunyai risiko mengalami masalah terkait obat. Kompleksitas penyakit dan penggunaan obat, serta respons pasien yang sangat individual meningkatkan munculnya masalah terkait obat. Hal tersebut menyebabkan perlunya dilakukan PTO (pemantauan terapi obat) dalam praktik profesi untuk mengoptimalkan efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. Aspek ini merupakan bagian penting dalam standar akreditasi RS versi KARS 2012, khususnya dalam Bab MPO (Manajemen dan Penggunaan Obat).
Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD) serta rekomenasi atau alternatif  terapi. PTO harus dilakukan secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui. PTO merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi pelayanan kefarmasian RS dalam Permenkes 1197/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Kondisi pasien yang perlu dilakukan PTO antara lain:
1.      Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit  sehingga menerima polifarmasi.
2.      Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
3.      Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan ginjal.
4.      Pasien geriatri dan pediatri.
5.    Pasien hamil dan menyusui.
6.      Pasien dengan perawatan intensif.
7.      Pasien yang menerima  regimen yang  kompleks: Polifarmasi, Variasi rute pemberia , Variasi aturan pakai, Cara pemberian khusus (contoh: inhalasi, Drip intravena (bukan bolus) dsb.
Adapun pasien dikatakan menerima obat dengan risiko tinggi, yaitu bila menerima:
–    obat dengan indeks terapi sempit (contoh: Digoksin, fenitoin),
–    Obat yang bersifat nefrotoksik (contoh: gentamisin) dan hepatotoksik (contoh: OAT),
–    Sitostatika (contoh: metotreksat),
–    Antikoagulan (contoh: warfarin, heparin),
–    Obat yang sering menimbulkan ROTD (contoh: metoklopramid, AINS),
–    Obat kardiovaskular (contoh: nitrogliserin
Metode pelaksanaan PTO adalah dengan menggunakan kerangka S-O-A-P sebagai berikut.
S: Subjective
–     Data subyektif adalah gejala yang dikeluhkan oleh pasien.
–     Contoh : pusing, mual, nyeri, sesak nafas.
O : Objective
–     Data obyektif adalah tanda/gejala yang terukur oleh tenaga kesehatan. Tanda-tanda obyektif mencakup tanda vital (tekanan darah, suhu tubuh, denyut nadi, kecepatan pernafasan), hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
A : Assessment
–     Berdasarkan data subyektif dan obyektif dilakukan analisis terkait obat.
P : Plans
–     Setelah dilakukan SOA maka langkah berikutnya adalah menyusun rencana yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Setelah data terkumpul, perlu dilakukan analisis untuk identifikasi adanya masalah terkait obat (Hepler dan Strand). Masalah yang dapat ditemukan antara lain sebagai berikut.
1.      Ada indikasi tetapi tidak di terapi :Pasien yang diagnosisnya telah ditegakkan dan membutuhkan terapi obat tetapi tidak diresepkan. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua keluhan/gejala klinik harus diterapi dengan obat.
2.      Pemberian obat tanpa indikasi ,pasien mendapatkan obat yang tidak diperlukan.
3.      Pemilihan obat yang tidak tepat. Pasien mendapatkan obat yang bukan pilihan terbaik untuk kondisinya (bukan merupakan pilihan pertama, obat yang tidak cost effective, kontra indikasi
4.      Dosis terlalu tinggi
5.      Dosis terlalu rendah
6.      Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
7.      Interaksi obat
Dalam PTO, petugas perlu memahami jenis-jenis efek samping obat sebagai berikut.
Efek samping yang dapat diperkirakan:
·         Aksi farmakologik yang berlebihan
·         Respons karena penghentian obat
·         Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek samping yang tidk  dapat diperkirakan:
·         Reaksi alergi
·         Reaksi karena faktor genetik
·         Reaksi idiosinkratik
DAFTAR PUSTAKA
Dirjen Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Depkes RI, 2009, Pedoman Pemantauan Terapi Obat.
Sutoto, 2012, Manajemen dan Penggunaan Obat & Pengelolaan Bahan Berbahaya Dalam Standar Akreditasi Versi KARS 2012
Craven, RF., Hirnle, CJ. (2000). Fundamental of Nursing : Human Health and Function, 3rd Ed., New York : Lippincott Pub.
Fulmer, T., Foreman, M., Zwicker, D. (2003). Medication in Older Adults, 1st Ed., Spiringer Pub. Comp.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar